Kamis, 17 Februari 2011

Surat untuk Sahabat

Assalamu ‘alakum sahabat…

Semoga saat engkau membaca surat ini, engkau dalam keadaan tersenyum. Karena Allah telah menghadirkan kembali rasa sayang serta KasihNya padamu. rasa yang sama saat kita bersama dulu, menjalani hari – hari penuh lelah, merangkai senyum dalam keletihan. Namun, kita menghimpunnya dalam suasana penuh cinta.



Sahabatku.

Sekali lagi aku menyapamu, untuk sebuah rasa rinduku padamu. Apa kabarmu hari ini? Dari tempat aku menulis sepucuk surat ini, aku selalu berdoa dalam segenap hatiku, agar engkau di sana tetap teguh dalam keimanan, dan Allah tak pernah hentinya mencurahkan RahmatNya padamu.



Sahabat…

Pernahkah kau berpikir mengapa Allah mempertemukan kita? Adakah semua kenangan indah yang kita alami terjadi begitu saja. Aku tak kuasa membendung butiran cinta bila merenungi semua ini. Semalam di sepertiga malamku, ku curahkan segenap rinduku pada Sang Pemberi Cinta, karena aku tahu padaNya lah bermula rasa rinduku padamu. dan tak lupa sebait doa ku lantunkan di sepertiga malam ku itu, agar kau selalu dalam naunganNya.



Sahabat….

Terakhir kali kala kita akan berpisah, sebenarnya aku benar – benar tak kuasa melepasmu, kenangan - kenangan manis yang telah lama kita jalin, rasanya terlalu erat untuk diuraikan. Tapi senyummu ketika itu, mengisyaratkan agar aku tetap tabah. Hingga kini bila jiwaku terasa sunyi wajah ceriamu selalu hadir. Seolah engkau benar – benar ada di sampingku. Menghiburku dengan cerita – cerita indah dari syurga, cerita tentang orang – orang yang selalu dikasihi Allah karena saling mencintai karenaNya.



Sahabat…

Bila bisa memilih, aku ingin selalu setia bersamamu, mendengarkan cerita – cerita indahmu, atau menghiburmu kala kau sedang berduka. Tapi, aku mengerti bahwa sang Khaliq telah menyiapkan skenario terindahnya untuk kita, sehingga Tak ku risaukan lagi apapun takdir Tuhan tentang kita nantinya, bisa mengenalmu saja aku sudah sangat bersyukur. Aku bersyukur karena Allah telah menghadirkan dirimu pada sepotong mozaik hidupku yang singkat ini. Sepotong kenangan indah bersamamu, mampu mencerahkan setiap langkahku.



Sahabat….

Sepucuk Surat yang engkau baca ini, ku tulis dengan hati yang bergetar. Setiap untaian katanya adalah kuntum – kuntum rinduku padamu. aku menulisnya dengan perasaan yang sama saat kita meguncapkan janji – janji suci, bahwa kita akan bertemu kembali di tempat terindahNya, syurga firdaus. Kini, saat kita tak bersama lagi. Hanya janji suci itulah yang menguatkan aku, mengiringi langkahku dalam merangkai cita –

cita.

Sahabatku,

Semenjak kita berpisah, aku telah mengenal banyak orang, bertemu bermacam rupa manusia. Namun, tak kutemukan satupun perasaan yang sama saat bersamamu. Ada kehangatan jiwa yang ku rasakan, saat kita menertawakan kecerobohan kita sendiri, kau telah mengajari aku bagaimana cara agar kita tetap tersenyum, meski takdir terasa pahit.



Sahabatku…

Ku harap engkau selalu dalam kebaikan, jagalah selalu shalatmu, tilawahmu, serta lisanmu. Sehingga para malaikat menyaksikan engkau sebagai hambaNya yang sempurna dalam keimanan. Sahabatku, ku harap pula agar engkau selalu menjaga akhlakmu di manapun engkau berada, serta kepada siapapun, kepada orang yang muda ataupun tua, bahkan kepada orang – orang yang membencimu sekalipun.

Begitu juga diriku, ku mohon agar engkau selalu mendoakanku. Agar kita bisa menjadi pribadi yang menawan karena akhlak dan ilmu.



Sahabatku..

Seterjal apapun perjalan yang kau tempuh, sepahit apapun kisah yang kau rasa. Ku mohon padamu, janganlah pernah berpaling dari cahayaNya. Yakinlah, bahwa engkau tak pernah sendiri, Allah dengan segala kemurahanNya akan selalu membimbingmu, asal dirimu selalu menjaga waktu untuk selalu dekat padaNya.

Sahabatku yang hatinya selalu terpancar cahaya Illahi, selalu ada ruang dihatiku untukmu, karena kau telah terlebih dahulu membesarkan hatiku. Dan aku berharap semoga kita bertemu kembali walau di tempat dan waktu yang berbeda, namun masih ada cinta di sana.



Sahabatku, yang karena Allah aku merindukanmu.

Inilah sepucuk surat yang ku tulis untukmu, ku tulis dengan hati yang ikhlas, dengan jiwa yang basah. Semoga setelah engkau membacanya, semakin terjalinlah rasa persahabatan kita. Dan semakin semangat pula ikhtiar kita menuju jalanNya. Semoga Allah menghimpun kita di taman – taman surganya, seperti janji suci yang telah kita ikrarkan.

Wassalam.

Imam Taufik

Selasa, 01 Februari 2011

Assalamu'alaikum sobat . .
Alhamdulillah saya bisa gabung dengan blog mania, ini Blog saya, mudah-mudahan saya bisa memanfaatkan blog ini juga bisa menambah entri-entri yang insyaAllah sobat butuhkan . . .

Jadi ikhwan atau laki-laki?

Yahh…gimana ya enak jadi ikhwan atau laki-laki?
itulah yg seringkali mengganggu pikiran para kaum muda adam. terkadang bingung apa kaum muda adam harus jadi seorang ikhwan atau laki-laki.

Yahh…terbayang lah seorang ikhwan itu harus ikut yg namanya mentoring sepekan sekali, berakhlak santun, aktif dalam kegiatan masjid, berperan aktif dalam syiar islam di kampus, masyarakat, belum lagi masalah menundukkan pandangan dengan lawan jenis…

Apalagi kalau ditanya ama murrobi. Akh, sekarang kita cek agenda mutabaahnya. Antum tilawahnya selama seminggu sudah berapa juz??? shalat berjamaah di mesjidnya???….waduh..shy…banget gak sih?Kalau dipikir-pikir enak ya jadi laki-laki….tanpa ada embel-embel predikat "ikhwan"Coba bangun pagi gak ada beban.
Kalau mau berangkat kuliah tinggal cium tangan ama ortu,berangkat kuliah,dengarin dosen, ke perpus cari bahan untuk tugas, kongkow-kongkow ama teman di kantin,ke kosan teman, pulang ke rumah, paling kalau udah punya cewe tinggal janjian aja."Say, nonton di....  yuk…hari ini?" atau temenin si doi makan atau jalan-jalan ke mal. udah deh bahagia banget tuh hidup…

hayoo…enakkan mana???

kebanyakan orang bijak berkata bahwa yang namanya hidup itu adalah pilihan…meskipun ada beberapa orang punya persepsi yang berbeda mengenai hidup???
Ibarat kita diberikan pilihan mau jadi orang baik atau penjahat???secara akal sehat, kita milih jadi orang baik??? Tapi kenapa  banyak orang milih jadi perampok, koruptor, pezina, pemadat, penjudi, dan sejenisnya. Pasti ada penyebabnya dong…??? ya iyalah

Nafsu….Nafsu…dan Nafsu….
apalagi kaum Adam yg nafsunya begitu besar mulai dari nafsu syahwat sampai nafsu kekuasaan yang menimbulkan kerusakan dimana-mana….
apakah Nafsu…saja yg bisa disalahkan????
ya balik lagi kepada Pilihan…..Everything it’s about choice!!!
pilihan untuk menggunakan helm atau nggak, menggunakan sabuk pengaman atau nggak,  dan menaati rambu lalulintas atau nggak, itu merupakan pilihan bagi para pengendara kendaraan bermotor.
Logikanya sama ketika mendapat predikat "Ikhwan" meskipun definisi ikhwan masih dipersepsikan untuk suatu kelompok tertentu….atau katakanlah untuk menjadi "Seorang Muslim yang taat", itu merupakan pilihan…ya gak sih????
Maka otomatis ketaatan kita kepada Islam merupakan harga yang tak bisa ditawar-tawar lagi…ya meskipun banyak rambu-rambu dalam Islam yang dibenci oleh "Nafsu kaum Adam"
Tapi itulah konsekuensi kita sebagai muslim, untuk berada pada jalan ini meskipun banyak orang yang membencinya atau bahkan memusuhinya….memang tak ada yang menjamin surga bagi kita…tapi setidaknya optimisme dan ikhtiar untuk menjadi seorang muslim yang ingin kembali pada fitrahnya tak menyurutkan langkah dan semangat ini untuk berkorban untuk-Nya.
ALLAHU AKBAR....